Denda-Denda yang Menanti Selain
Telat Lapor SPT Pajak
Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mencurahkan isi hatinya saat
berurusan dengan masalah pajak. Saat sosialisasi pengisian Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan di kantornya awal pekan ini, ia mengaku pernah kena
denda pajak hingga puluhan juta rupiah. Padahal ia selalu patuh melaporkan SPT
Tahunan. Ia memang sebelumnya tak mengisi sendiri laporan SPT-nya.
“Saya dua tahun lalu
kena denda pajak Rp80 juta. Padahal selama itu saya diisikan terus, tanda
tangan-tanda tangan, tiba-tiba kena denda,” ujar Basuki seperti dikutip
dari Kompas.
Namun, ihwal penyebab
pengenaan denda pajak terhadap Basuki, pihak ditjen pajak melalui Direktur
Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama
mengatakan otoritas pajak tidak boleh menyampaikan informasi tersebut.
“Tidak bisa
disampaikan, informasi yang spesifik terkait wajib pajak tertentu,” katanya
Pengalaman Basuki bisa
dialami oleh wajib pajak lainnya dan buat pelajaran. Apalagi beberapa hari ke
depan, batas pelaporan SPT untuk tahun pajak 2017 sudah mendekati batas
waktu.
Untuk wajib pajak
orang pribadi, batas pelaporan SPT pada akhir Maret, sedangkan wajib pajak
badan atau perusahaan di akhir April. Bagi yang telat melaporkan SPT, sanksi
siap menanti. Namun, kenyataannya denda pajak hanya terkait masalah kepatuhan
tepat waktu melaporkan SPT.
Secara umum, kewajiban
perpajakan pada setiap warga negara ada tiga, yakni menghitung, membayar, dan
melaporkan pajak. Apabila masing-masing kewajiban itu dilanggar, tentu ada
konsekuensi hukum. Pada kasus pelaporan pajak, sanksi terhadap wajib pajak yang
melanggar tergolong ringan, yakni berupa denda. Untuk kasus yang lebih serius,
misalnya tidak membayar pajak, sanksi yang didapatkan bisa berupa denda atau
pidana.
Sanksi bagi wajib pajak yang telat/tidak melaporkan SPT
Tahunan tertuang di UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Pada pasal 7 ayat 1 UU KUP, disebutkan besaran denda untuk
setiap jenis pelaporan pajak atau SPT.
Untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), besaran
denda yang ditetapkan sebesar Rp500.000 per Masa Pajak. Sementara denda untuk
SPT Masa lainnya sebesar Rp100.000 per Masa Pajak.
SPT Masa adalah SPT yang dilaporkan pada masa tertentu
atau bulanan. Saat ini, terdapat 9 jenis SPT Masa, yakni PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh
Pasal 15, PPN dan PPnBM, dan Pemungut PPN.
Selanjutnya, denda untuk SPT Tahunan—SPT yang digunakan
untuk pelaporan tahunan—Orang Pribadi dipatok Rp100.000 per Tahun Pajak.
Sedangkan, denda SPT Tahunan Badan sebesar Rp1 juta per Tahun Pajak.
Simulasi dendanya begini. Tuan A adalah wajib pajak orang
pribadi. Pada tahun pajak 2015, Tuan A telat/tidak melaporkan SPT-nya. Namun,
untuk tahun pajak 2016 dan 2017, Tuan A melaporkan pajak tepat waktu. Maka,
Tuan A hanya membayar denda Rp100.000 saja.
Namun, jika Tuan A telat/tidak melaporkan SPT dalam tiga
tahun terakhir, alias telat/tidak lapor SPT untuk tahun pajak 2015, 2016 dan
2017. Maka, Tuan A wajib membayar denda sebesar Rp300.000,.
Hal yang sama juga berlaku untuk SPT Masa. Bedanya
dihitung per Masa Pajak bukan Tahun Pajak. Wajib pajak yang melapor SPT Masa adalah orang
pribadi atau badan yang membayar pajak sendiri, atau yang ditunjuk sebagai
pemotong atau pemungut PPh.
Namun, tidak semua
wajib pajak kena denda akibat telat/tidak lapor SPT. Ketentuan itu tertuang di
dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 9/2018 tentang perubahan atas PMK No.
243/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT).
Dari beleid tersebut,
terdapat delapan jenis wajib pajak yang tidak dikenai sanksi, yakni wajib pajak
orang pribadi yang telah meninggal dunia; wajib pajak orang pribadi yang tidak
memiliki kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Kemudian, wajib pajak
orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi
di Indonesia; bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia; Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi.
Selain itu, wajib pajak
badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku; wajib pajak yang terkena bencana, di mana diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan. Terakhir, wajib pajak lain karena kerusuhan
massal, kebakaran, ledakan bom/aksi terorisme, perang antarsuku, kegagalan
sistem informasi administrasi penerimaan negara, atau keadaan lain berdasarkan
pertimbangan Dirjen Pajak.
Harta
yang Belum Dilaporkan
Selain denda karena lalai soal batas waktu akhir pelaporan SPT, wajib pajak juga terancam mendapatkan denda apabila terdapat harta—dianggap sebagai penghasilan—yang tidak dilaporkan di dalam SPT. Denda ini diatur di Peraturan Pemerintah No. 36/2017 tentang pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan.
Aturan
ini merupakan tindak lanjut dari program amnesti pajak yang dilakukan
pemerintah pada 1 Juli 2016-31 Maret 2017. Janji pemerintah kala itu, setelah
amnesti pajak berakhir, maka tibalah masa penegakan hukum. PP 36 inilah yang
jadi alatnya.
Kehadiran
PP ini akan menjadi senjata bagi petugas pajak untuk melakukan sanksi atau
pungutan pajak tambahan kepada wajib pajak yang belum melaporkan seluruhnya
atau baru sebagian, baik yang mengikuti amnesti pajak maupun yang tidak
mengikuti amnesti pajak.
Menurut
PP No. 36/2017, tarif PPh terhadap harta bersih wajib pajak yang belum
dilaporkan atau terutang sebesar 25 persen untuk wajib pajak badan, 30 persen
untuk wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak tertentu 12,5 persen.
Setelah
didapat nilai pajak terutang dari harta bersih tersebut, petugas pajak lalu
memberikan sanksi administratif. Bagi yang mengikuti amnesti pajak, pajak
terutangnya dikalikan 200 persen.
Sedangkan
yang tidak mengikuti amnesti pajak, wajib pajak cukup membayar pajak untuk
harta yang belum dilaporkannya itu. Namun, kalau telat bayar pajak terutangnya,
kena denda 2 persen per satu bulan.
Bagaimana
dengan kejadian wajib pajak pribadi yang terkena denda atau sanksi sampai
puluhan juta rupiah?
Direktur
Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai
"denda" dalam jumlah besar sampai puluhan juta rupiah atau lebih,
bagi wajib pajak orang pribadi, biasanya karena status kurang bayar. Artinya, SPT
yang dilaporkan terjadi salah perhitungan atau ada yang tidak
diperhitungkan.
“Mungkin
ada penghasilan dari tempat-tempat lain yang belum dimasukkan ke SPT. Alhasil,
ketika digabungkan, pajak terutangnya bertambah," katanya.
Menurut
UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 29 adalah
PPh kurang bayar yang telah tercantum dalam SPT Tahunan, yakni sisa dari PPh
yang terutang dalam tahun pajak bersangkutan dikurangi kredit PPh (PPh Pasal
21, 22, 23, 24 dan 25).
Sebagai
wajib pajak pribadi atau badan tak hanya dituntut untuk patuh membayar dan
melaporkan SPT Tahunan secara tepat waktu. Namun, juga tepat dalam melaporkan
seluruh harta, bila tidak maka ada konsekuensi siap menanti bagi wajib pajak
akibat kesengajaan atau kelalaian. Untuk yang terakhir, khusus wajib pajak
pribadi, mengisi sendiri SPT Tahunan bisa jadi pilihan.
Kami
adalah konsultan pajak profesional, menawarkan hasil yang terbaik dalam pajak
dan akuntansi untuk Anda dan Bisnis Anda.
Duta
Of Tax didirikan pada Maret 2016. Meskipun kami dihitung sebagai pendatang
baru, mitra dan tim senior kami adalah anggota ahli dalam hal akuntansi dan
pajak. Kami percaya bahwa komitmen kami untuk kualitas dan pengalaman kami akan
memberikan pelayanan yang optimal.
Jika
ada pertanyaan, jangan ragu untuk menghubungi kami. Kami akan sangat senang
untuk memiliki Anda sebagai klien kami.
Duta of Tax
Jl. Swadaya Raya No 51 Blok A1
Kel. Pondok Pucung Kec. Pondok Aren Bintaro Sektor 9 Tangerang Selatan
www.konsultan-pajak.id
Rio Call / WA 08111599899
No comments:
Post a Comment